UJI MATERIL UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 91/PUU/XVIII/2020

 Penulis : Geofani Milthree Saragih

Beberapa waktu yang lalu Mahkamah Konstitusi telah memutuskan uji formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Pada intinya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU/XVIII/2020 menyatakan bahwa pembentukan UU Ciptaker bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan'.

Sehingga, secara materil UU Ciptaker masih berlaku hingga waktu perbaikan yang telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi di dalam putusannya, yaitu 2 tahun terhitung sejak putusan telah dibacakan. Pengujian materil adalah pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 yang berkaitan dengan materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang yang dinilai oleh pemohon bertentangan dengan UUD 1945. Maka, titik berat dari suatu pengujian materil adalah pasal atau ayat tertentu yang apabila diterima akan membatalkan bagian, pasal, ayat atau frasa yang sedang diujikan ke Mahkamah Konstitusi. Di dalam pengujian materil, seperti yang dikatakan oleh Maruarar Siahaan, yang diuji boleh hanya bagian, ayat, pasal tertentu saja yang dianggap bertentangan dengan konstitusi dan karenanya dimohon tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum hanya sepanjang mengenai bagian, ayat, dan pasal tertentu dari undang-undang yang bersangkutan. Sehingga, berbeda dengan pengujian formil, pengujian materil tidak akan membatalkan sebuah undang-undang secara keseluruhan, tetapi hanya sebagian bagian, pasal, ayat atau frasa yang bertentangan dengan UUD 1945. Ditingkat undang-undang, pengaturan tentang pengujian materil diatur di dalam Pasal 51 ayat (3), 51A ayat (1), 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Kemudian, terhadap UU Ciptaker apakah masih dapat dilakukan pengujian materil pasca telah dinyatakannya inkonstitusional bersyarat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja melaui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU/XVIII/2020?

Pada intinya, berdasarkan argumen yang dibuat oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 64/PUU-XIX/2021. Dalam perkara tersebut, pemohon adalah Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) yang dalam perkara tersebut melakukan uji materil terhadap Pasal 34 Angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 Angka 17 ayat (1) UU Cipta Kerja yang berisi perubahan Pasal 69 ayat (2) dan Pasal 72 ayat (1) Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Nakeswan) yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Majelis Hakim menolak gugatan uji materil yang diajukan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) tersebut. Dalam konklusinya, Majelis Hakim menyatakan permohonan para permohon prematur. Majelis menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi, secara formil telah menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 sehingga secara formal tidak sah berlaku sampai ada perbaikan formil selama masa tenggang waktu 2 (dua) tahun.

Hal yang sama ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi di dalam Putusan Nomor 46/PUU-XIX/2021. Dalam putusan tersebut majelis hakim menyatakan bahwa Pemohon a quo tidak relevan lagi untuk dilanjutkan pemeriksaannya, karena objek permohonan yang diajukan Pemohon tidak lagi sebagaimana substansi undang-undang yang dimohonkan pengujiannya. Terlebih lagi, dengan mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, maka dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 54 UU MK tidak terdapat lagi urgensi bagi Mahkamah untuk mendengar keterangan pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 UU MK. Oleh karenanya, terhadap permohonan pengujian materil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja harus dinyatakan kehilangan objek.

 

Dapat disimpulkan bahwa pada intinya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU/XVIII/2020 pengujian materil terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja tidak dapat dilakukan lagi. Namun, akan terdapat ambiguitas dalam praktinya. Hal ini dapat dilihat dari masih berlakunya seluruh pasal yang terdapat di dalam UU Ciptaker, apabila ada pasal yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 apakah dibiarkan dengan begitu saja dengan dalih bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja telah inkonstitusional secara bersyarat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU/XVIII/2020?  

Disatu sisi, seluruh materi yang terdapat di dalam UU Ciptaker masih berlaku yang jelas secara formil telah inkonstitusional bersyarat. Namun, tidak dapat dilakukan upaya hukum untuk membatalkan muatan materi yang bertentangan di dalam UU Ciptaker tersebut. Walaupun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU/XVIII/2020 dianggap monumental karena mengukir sejarah untuk pertama kali nya uji formil diterima di Indonesia, namun dalam praktiknya malah menimbulkan ambiguitas hukum.

 

 

Referensi :

1. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17816, diakses, tanggal 10 Mei 2022

2. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17863&menu=2, diakses, tanggal 10 Mei 2022

3. Marwan Mas, Hukum Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2018

4. Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta: 2015

5.https://pshk.or.id/publikasi/siaran-pers/putusan-uji-formil-uu-cipta-kerja-tafsir-baru-yang-ambigu/, diakses, tanggal 10 Mei 2022


Post a Comment

0 Comments