Penulis : Geofani Milthree Saragih
Komisi Yudisial merupakan salah satu lembaga negara
yang merupakan anak kandung dari reformasi. Munculnya pemikiran untuk membentuk
Komisi Yudisial dalam ketatanegaraan Indonesia sudah ada sejak akhir tahun 1999
setelah pengesahan amandemen UUD 1945 yang pertama, terutama pada rapat-rapat
PAH I BP MPR periode 1999-2000 wacana pembentukan Komisi Yudisial semakin
kuat. Akhirnya, mengenai Komisi Yudisial
benar-benar disahkan pada amandemen ke tiga saat sidang tahunan MPR pada tahun
2001.
Adapun
pengaturan tentang Komisi Yudisial secara konstitusional diatur di dalam BAB IX
UUD 1945 tentang Kekuasaan Kehakiman, tepatnya dalam Pasal 24B. Dalam Pasal 24B
ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri. Sehingga,
Komisi Yudisial merupakan suatu lembaga negara yang berdiri sendiri dan tidak
berada di bawah lembaga negara manapun. Selanjutnya, dalam pasal dan ayat yang
sama disebutkan bahwa Komisi Yudisial berwenang dalam mengusulkan
pengangkangkatan hakim agung dan kewenangan lain dalam rangka menjaga
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Terkadang
muncul pertanyaan, mengapa Komisi Yudisial diletakkan di dalam Bab IX UUD 1945
yang notabenenya berisi tentang Kekuasaan Kehakiman?. Perlu untuk diketahui,
bahwa Komisi Yudisial merupakan auxiliary
organ, yang artinya adalah bahwa Komisi Yudisial merupakan lembaga
independen sekaligus berfungsi sebagai lembaga negara penunjang, pendukung dan
pelengkap (supporting organ) bagi
lembaga-lembaga negara terkhusus main
organ yaitu Mahkamah Agung.
Kemudian,
muncul pertanyaan, apakah hakim di Mahkamah Konstitusi juga bagian dari hakim
yang dimaksud dengan hakim agung di dalam kewenangan Komisi Yudisial?
Jawabannya adalah tidak. Hal ini bermula dari dilakukannya judicial review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi
Yudisial yang diajukan oleh tiga puluh satu hakim agung. Adapun materi utama
yang di judicial review adalah
tentang kewenangan Komisi Yudisial dalam mengawasi hakim agung. Menurut para
pemohon, bahwa Komisi Yudisial hanya berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung, tetapi tidak berwenang mengawasi hakim agung.
Putusan Mahkamah Konstitusi atas judicial review tersebut dapat dibaca lebih lanjut dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 05/PUU-IV/2006.
Ada dua poin utama yang menjadi isi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 05/PUU-IV/2006, yaitu sebagai berikut:
a. Hakim Konstitusi tidak menjadi objek pengawasan oleh Komisi Yudisial, karena pada saat munculnya ide pembentukan Komisi Yudisial lembaga negara Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman belum ada. Sehingga hakim agung yang dimaksud dalam pengawasan oleh Komisi Yudisial adalah hakim agung yang berada di lingkungan Mahkamah Agung;
b. Hakim Agung (yang berada di Mahkamah Agung)
termasuk hakim yang diawasi oleh Komisi Yudisial, karena pada dasarnya
pembentukan dari Komisi Yudisial adalah untuk melakukan pengawasan terhadap
hakim dan hakim agung.
Terlepas
dari banyaknya pandangan pakar yang tidak setuju dengan putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut, secara konstitusional putusan dari Mahkamah Konstitusi
adalah bersifat final (Pasal 24C ayat (1) UUD 1945).
Lebih
lanjut, pengaturan tentang Komisi Yudisial diatur di dalam undang-undang.
Adapun undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004
Tentang Komisi Yudisial yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi
Yudisial.
Dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi
Yudisial, mengenai kewenangan dari Komisi Yudisial diatur di dalam Bab III.
Dalam Pasal 13 dinyatakan bahwa Komisi Yudisial memiliki kewenangan dalam
mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR dan menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
Sehingga,
kedudukan dari Komisi Yudisial dalam kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah
sebagai auxiliary organ terhadap main organ yang terdapat di dalam BAB IX
UUD 1945 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu Mahkamah Agung serta hakim yang
berada di lingkungannya. Komisi Yudisial memiliki dua kewenangan penting dalam
lingkup kekuasaan kehakiman yaitu berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan berwenang dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat
serta perilaku hakim. Komisi Yudisal bukanlah lembaga negara yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi
Yudisial
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial
Referensi:
1. https://www.komisiyudisial.go.id/frontend/news_detail/398/ky-adalah-lembaga-negara-mandiri-dan-independen,
diakses pada 26 November 2021, pukul 22.10 WIB
2. Buku Patrialis
Akbar, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945
0 Comments
Silahkan berikan tanggapan dan masukkan Anda :)