UU No 32 Tahun 2009 Tentang PPLH Lebih Baik Atas UU Cipta Kerja

 Penulis : Sendi Viola Lekatompessy (S.V.L)


Lingkungan Hidup: Pemkot Bekasi Beri Penghargaan Pada Sekolah dan Masyarakat 

Sumber Gambar : https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fjakarta.bisnis.com%2Fread%2F20140625%2F383%2F238782%2Flingkungan-hidup-pemkot-bekasi-beri-penghargaan-pada-sekolah-dan-masyarakat&psig=AOvVaw1MY6sA99C34AnkVpOwnsFp&ust=1604577019739000&source=images&cd=vfe&ved=0CAIQjRxqFwoTCICpoqzp6OwCFQAAAAAdAAAAABAr

 

Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada semua mahluk hidup yang ada di dunia ini,  oleh sebab itu hak untuk menikmati lingkungan yang sehat merupakan hak bagi setiap manusia beserta seluruh makluk hidup di sekitarnya tanpa terkecuali. Agar dapat menikmati lingkungan yang bersih dan menyenangkan tentu menjadi tugas bagi semua orang untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Lingkungan hidup juga sangat berpengaruh dalam sendi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya berpengaruh terhadap kesehatan, bencana-bencana alam dan lainnya. Pentingnya lingkungan yang baik dan sehat sehinnga diamantkan dalam pasal 28H UUD 1945 PASAL 28H yang berbunyi Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Pada akhir tahun 2019 hingga saat ini, Omnibus Law menjadi isu hukum yang menarik untuk diperbincangkan. Tidak hanya para ahli hukum, para ekonom, politisi, masyarakat, LSM bahkan aktivis lingkungan pun turut mengkritisispirit Presiden Jokowi untuk menyederhanakan regulasi yang ada saat ini melalui OmnibusLaw.

Membatasi Dan Mempersempit Partisipasi Masyarakat Rumusan materil UU Cipta Kerja perubahan atas pasal 26 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)  Itu  sangat membatasi atau mempersempit partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam rangka perlindungan lingkungan hidup secara optimal. Sebab, definisi masyarakat hanya terbatas masyarakat yang terdampak. Sementara peran masyarakat pemerhati lingkungan hidup ataupun yang terpengaruh terhadap berbagai bentuk keputusan dalam proses Amdal dihilangkan. ini dugaan berindikasi bahwa pemerintah ingin membatasi partisipasi para pendekar pemerhati lingkungan karena dapat menjadi salah satu pemhambat investasi.

Peran masyarakat pemerhati lingkungan hidup dalam penerbitan dokumen Amdal, ruang keberatan ke pengadilan dihapus, pelemahan sanksi pidana, hingga menghapus kewenangan pemerintah daerah dalam menilai dan menetapkan Amdal perusahaan.
Keberatan atau upaya hukum terhadap dokumen Amdal untuk digugat dan dibatalkan melalui pengadilan (PTUN) pun tidak ada lagi. Sebab, keberadaan Pasal 38 UUPPLH dihapus melalui UU Cipta Kerja.

Hal tersebut di duga seolah sengaja menghilangkan kesempatan masyarakat atau pemerhati lingkungan untuk protes, keberatan, dan mengajukan langkah hukum ketika keputusan (Amdal) sudah dibuat.

Perumasan UU Cipta Kerja atas UU PPLH itu lebih mengedepankan sanksi administratif tidak seperti sebelum UU PPLH yang dimama dalam pasal 98 sampai pasal 115 itu lebih mengedepankan hukum pidana sebagai (primum remedium) Upaya pertama. Hal tersebut tentu dapat dijadikan peluang pelaku untuk berbuat semaunya dan mencari keuntungan yang sebesar-sebesarnya dan hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup yang sebesar-besarnya.

Dari beberapa analisis tersebut keinginan pmerintah mempermudah investasi atau kemudahan berusaha untuk meningkat ekonomi dengan melalui reformasi regulasi merevisi UU PPLH mulai dari memangkas asas partisipasi peran masyarakat dan pelemahan hukum pidana.  

Pemerintah dalam perumusan UU Cipta Kerja perlu memperhatikan lingkungan hidup yang sehat dan baik terhadap masyarakat. Tidak untuk membatasi peran masyarakat terhadap perkara lingkungan dan lebih menekankan hukum pidana sebagai upaya pertama dalam perkara lingkungan hidup.

Salam Justitia !

Post a Comment

0 Comments