ADANYA HUBUNGAN KORBAN DENGAN KEJAHATAN

 

 Penulis : MAIDA AULIA DAHNIEL

 

 

Lengan, Penangkapan, Kejahatan, Pidana, Borgol, Tangan 

Sumber Gambar : ttps://pixabay.com/id/vectors/lengan-penangkapan-kejahatan-pidana-2029247/

ADANYA  HUBUNGAN KORBAN DENGAN KEJAHATAN

Hallo rekan-rekan intelektual. Dimanapun berada semoga selalu dalam keadaan sehat selalu ya. Tetap jaga kesehatan ya rekan-rekan intelektual, serta tetap semangat walaupun dalam keadaan wabah pandemi covid-19 ini. Baik disini penulis sedikit memberikan penjelasan mengenai adanya hubungan antara korban dengan tindak pidana kejahatan. Sebenarnya ada juga hubungan antara  korban dengan peradilan pidana. Namun, pada kesempatan ini penulis hanya akan membahas menegnai hubungan korban dengan kejahatan terlebih dahulu. InsyaAllah di lain waktu penulis akan melanjutkan tulisannya mengenai adanya hubungan antara korban dengan peradilan pidana.Yuk simak penjelasan berikut ini, terimakasih.

Hubungan Korban dengan Kejahatan.

Sering kita dengar bahwa hubungan korban dengan kejahatan adalah pihak yang menjadi korban akibat sebagai akibat kejahatan. Sama-sama kita ketahui setiap ada asap pasti ada api. Sama pula dengan hal ini, pihak tersebut menjadi korban karena adanya pihak lain yang melakukan kejahatan. Memang seperti itulah pendapat yang kuat selama ini serta didukung fakta yang ada atau yang terjadi dilapangan, meskipun dalam praktik ada dinamika yang berkembang.

Hal lain yang penting dalam hubungan ini adalah pihak korban adalah pihak yang dirugikan. Sedangkan, pelaku adalah pihak yang mengambil untung dan merugikan korban. Kerugian yang biasanya di derita oleh korban yaitu misalnya fisik, mental, ekonomi, harga diri dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan status, kedudukan, posisi, tipologi korban dan sebagainya.

Dari penjelasan diatas menegaskan bahwa yang bersangkutan sebagai korban “Murni” dari kejahatan. Artinya, korban memang merupakan korban yang sebenar-benarnya. Korban tidak bersalah, hanya semata-mata sebagai korban. Nah, pertanyaan yang timbul saat ini adalah, mengapa bisa menjadi korban?, kemungkinan penyebabnya adalah kealpaan, ketidaktahuan, kurang hati-hati, kelemahan korban atau mungkin kesialan korban. Dapat juga terjadi akibat kelalaian negara untuk melindungi warganya.

Seiring berkembangnya zaman, adanya perkembangan global, faktor ekonomi, politik, sosiologis, ataupun faktor-faktor lainnya yang memungkinkan adanya korban yang tidak “Murni”. Dimana korban tersangkut atau menjadi bagian dari pelaku kejahatan, bahkan bisa sekaligus menjadi pelakunya. Lebih mendalam berikut (Rena Yulia, 2010: 81) beranggapan bahwa peranan korban dalam menimbulkan kejahatan adalah :
a. tindakan kejahatan memang dikehendaki oleh si korban untuk terjadi;
b. kerugian akibat tindak kejahatan mungkin dijadikan si korban untuk memperoleh                 keuntungan yang lebih besar;
c. akibat yang merugikan si korban mungkin merupakan kerja sama antara pelaku dan si      korban; 
d. kerugian akibat tindak kejahatan sebenarnya tidak terjadi bila tidak ada provokasi si korban.

Selanjutnya hubungan korban dan pelaku dapat dilihat dari tingkat kesalahannya. Menurut Mendelsohn berdasarkan derajat kesalahannya korban dibedakan menjadi 5 (lima) macam, yaitu : 

a. yang sama sekali tidak bersalah;

b. yang jadi korban karena kelalaiannya; 

c. yang sama salahnya dengan pelaku;

d. yang lebih bersalah dari pelaku; 

e. yang mana korban adalah satu-satunya yang bersalah, dalam hal ini pelaku dapat dibebaskan.

Ada juga hubungan yang berdasarkan hubungan dengan sasaran tindakan pelaku (G. Widiartana, 2009: 22), yaitu sebagai berikut : 

a. Korban langsung, yaitu mereka yang secara langsung menjadi sasaran atau objek perbuatan pelaku.

b. Korban tidak langsung, yaitu mereka yang meskipun tidak secara langsung menjadi sasaran perbuatan pelaku, tetapi juga mengalami penderitaan atau nestapa.

Contohnya adalah pada kasus pembunuhan terhadap seorang laki-laki yang mempunyai tanggung jawab untuk menghidupi istri dan anak-anaknya. Meninggalnya laki-laki tersebut merupakan korban langsung. Sedangkan, istri dan anak-anaknya itu merupakan korban tidak langsung.

Fakta menunjukan bahwa sebagian besar korban merupakan korban yang murni atau sebenarnya. Korban-korban yang dimaksud terjadi dalam tindak pidana misalnya terorisme, pencurian (biasa, pemberatan dan kekerasan) dan tindak pidana lain yang sering terjadi di masyarakat. Korban disini dalam posisi pasif, tidak menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana. Pihak pelakulah yang menghendaki penuh kejahatannya dan korbanlah yang menjadi sasaran atau tujuan dari kejahatan tersebut. Menurut Mendelsohn, derajat kesalahan korban adalah “yang sama sekali tidak bersalah”.

Memang banyak juga korban ikut andil dalam terjadinya kejahatan. Derajat kecilnya peran korban, misalnya korban lalai, sehingga muncul atau terjadi tindak pidana. Dapat terjadi pula dalam hal korban menarik perhatian pelaku, misalnya korban menyukai memperlihatkan kekayaannya, overacting, atau perilaku lain yang menggugah pelaku melakukan tindak pidana. Dapat terjadi pula bila korban seorang perempuan yang sering berpakaian atau berperilaku seksi dan merangsang atau tidak sopan. Bukan saja ikut andil, sering terjadi korban “sama salahnya dengan pelaku”. Disini korban berpura-pura menjadi korban, padahal ia adalah pelaku. Contoh lainnya adalah seorang penjaga barang atau uang yang melaporkan terjadi kejahatan padahal yang bersangkutan turut serta dalam kejahatan itu.

Dalam kehidupan, banyak dinamika antara korban dan kejahatan, akibat dorongan ekonomi, politis, dan psikis. Idealnya selalu berkurang jumlah korban dan pelaku. Jika yang terjadi semakin bertambah banyak korban, maka yang terpenting adalah pemberian hak dan perlindungan terhadap korban semaksimal mungkin. Demikian pula dengan pelaku, apabila pelaku terus bertambah maka hendaklah diperlakukan sesuai hak-haknya. Selanjutnya apabila menjadi terpidana atau narapidana hendaknya diterapkan sistem pemasyarakatan. Serta tidak kalah pentingnya bagi pelaku untuk dapat memberi ganti kerugian atau restitusi kepada korban.

            Jadi, kesimpulanya dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar kata korban, pelaku dan tindak pidana kejahatan. Sebenarnya dalam hal ini ada keterkaitan satu sama lain. Mungkin sekian materi dari penulis, terimakasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan intelektual yang telah menyempatkan waktu untuk membaca tulisan ini. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang salah, penulis masih tahap belajar. Di tunggu kritik dan saran yang membangunnya dari  rekan-rekan ya. Terimakasih.

           Sumber referensi : Waluyo, Bambang. 2017. Viktimologi Perlindungan Korban & Saksi. Jakarta : Sinar Grafika    

            Salam Justitia!

Post a Comment

0 Comments