MENGENAL FILSAFAT HUKUM

Penulis : Geofani Milthree Saragih


Patung Aristoteles 
Sumber gambar : https://www.fajarpos.com/edukasi/09/09/2018/sekelumit-tentang-pemikiran-aristoteles/



Penulis sebelumnya ingin mengatakan bahwa dalam tulisan kali ini Penulis tidak mengarahkan pembaca untuk berfilsafat, namun adalah untuk berkenalan dengan filsafat hukum. Penulis sendiri sebenarnya masih jauh untuk bertemu dengan materi filsafat hukum apabila kita beralasan atas kurikulum yang telah dibuatkan oleh fakultas Penulis (semester 4), namun hal demikian bukan alasan untuk menunda mempelajari filsafat hukum, Penulis sendiri mulai tertarik mengenal filsafat hukum atas dorongan seorang dosen pada saat Penulis masih berada di semester 1 (satu). Sekali lagi Penulis menekankan bahwa tulisan kali ini melihat kematangan diri Penulis dalam berfisafat masih dalam tataran berkenalan dengan filsafat hukum, belum mampu untuk berfisafat dalam arti yang sebenarnya. Penulis dalam tulisan kali ini akan mencoba memperkenalkan filsafat hukum dengan cara socratic method, berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai filsafat hukum, yang pada dasarnya jawaban atas pertanyaan tersebut nantinya bukanlah murni dari hasil pemikiran Penulis, tetapi adalah hasil dari pada bacaan Penulis atas beberapa buku filsafat hukum dan beberapa buku filsafat lainnya. Sebelum kita mengenal filsafat hukum mungkin ada baiknya Penulis memperjelas apa itu yang dimaksud dengan “berkenalan dengan filsafat” dan apa bedanya dengan “berfilsafat”.

Berkenalan dengan filsafat adalah suatu usaha untuk mempu mengidentifikasi hal-hal yang secara umum telah disepakati dan ditunjuk sebagai filsafat. Hal demikian dapat kita rasakan saat kita mulai berkenalan dengan aneka pemikiran dan perenungan filosofis dari pada para filsuf, baik mereka yang hidup pada masa pra Sokrates, masa Sokrates, dan pasca Sokrates (Pembagian menurut Prof. Juhaya S. Dalam bukunya). Sehingga disini filsafat hanya sebagai objek pembelajaran (pengenalan) saja ketimbang tindakan/perefleksian dari pada subjek (diri kita). Sedangkan berfilasafat adalah melakukan suatu refleksi kritis aras semesta hidup yang ingin dan dapat kita ketahui sebagai manusia. Hasil tindakan refleksi tersebut adalah suatu pemikiran dan perenungan filosofis. Berbeda dengan yang sebelumnya, dalam hal ini filsafat bukan sebagai objek, melainkan sebagai suatu predikat oleh si subjek. Namun pada dasarnya, berfilsafat tidak harus berkenalan terlebih dahulu dengan filsafat melalui hukum, tanpa kita sadari sebenarnya kita juga pernah dan sering saat masih kecil bahkan untuk melakukan perenungan filsafat. Mungkin kaum umum akan merespon aneh atas pertanyaan-pertanyaan dari anak kecil misalnya, katakan saja pertanyaan demikian, “mengapa langit berwarna biru?” atau “mengapa burung bisa terbang sedanglan ayam tidak bisa? Padahal mereka sama-sama memiliki sayap?” pertanyaan mendasar seperti ini sebenarnya sudah merupakan berfilsafat pada umumnya. Mari kita mulai perkenalan dengan filsafat hukum.

Apa itu filsafat ?
Secara etimologis, kata filsafat berakar dari kata “philos” dan “sophia”, philos berarti cinta atau suka sedangkan sophia artinya bijaksana. Secara etimologis filsafat juga sering dikatakan berasal dari bahasa arab, yakni kata falsafah. Namun sebenarnya, kalau kita melihat perbedaan antara pemaknaan filsafat antara kata philosophia dengan falsafah sangat berbeda arti dan tujuannya. Philosophia merupakan istilah yang berasal dari filsafat barat, yang sangat diwarnai dengan penekanan jarak antara subjek (manusia) dan objek (dunia), peranan rasio dan kritis sangat memegang peran penting dan radikal dalam hal ini (walau tidak secara umum). Sedangkan falsafah merupakan istilah yang berasal dari filsafat timur yang memandang bahwa subjek dan objek memiliki kebersatuan dan ke-harmonisan yang kuat religionitas dan kebijaksanaan hidup adalah tujuan utama falsafah. Jadi sebenarnya berbeda tujuan pemaknaan antara philosophia dan falsafah sebenarnya kalau kita melihat tujuannya. Setidaknya escara etimologis kedua istilah tersebut memiliki kedudukan yang sama.
Secara terminologi, Penulis akan mengutip beberapa pendapat filsuf terkemuka atas pengertian apa itu filsafat sebagai berikut :
     a. Plato
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli
     b. Aristoteles
Filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung  di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
     c. Al-Farabi
Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya 
     d. Immanuel Kant
Filsafat adalah ilmu pokok dari segala pengetahuan yang meliputi empat permasalahan pokok, yaitu :
-          Apakah yang dapat kita ketahui?
-          Apakah yang boleh kita kerjakan?
-          Sampai dimanakah pengharapan kita?
-          Apakah manusia itu?

Apa itu filsafat Hukum ?
Kemudian apa itu filsafat hukum secara terminologi? Akan Penulis sajikan juga atas pengertian-pengertian para filsuf dan pemikir hukum sebagai berikut :
     a. Gustav Radbruch
Filsafat hukum adalah filsafat yang berkaitan dengan persoalan-persoalan nurani manusia
     b. Prof. Mochtar Kusumaatmadja
Filsafat hukum adalah bagian dari filsafat yang objeknya khusus hukum.
     c. Zoachim Friderich
Filsafat hukum adalah filsafat terapan (dapat diterapkan pada masyarakat dengan cara meyusun teori). Contoh filsafat terapan adalah teori Roscoe Pound tentang social engineering yang dibawakan oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja ke Indonesia pada masa ORBA, walau hal ini nantinya pemaknaan atas social engineering tersebut dibantah oleh Prof. Achmad Ali dalam bukunya, dimana Prof. Achmad Ali menganggap bahwa Prof. Mochtar Kusumaatmadja telah memanipulasi teori Roscoe Pound tersebut untuk kepentingan politik, apalagi pada masa ORBA Prof. Mochtar Kusumaatmadja sempat menduduki posisi menteri hukum dan kehakiman, mungkin hal ini akan kita bahas di tulisan yang berbeda.
     d. Meuwissen
Filsafat hukum adalah suatu bagian dari filsafat umum, dan karena setiap uraian tentang arti (defenisi) dari filsafat sudah mengandaikan suatu titik tolak kefilsafatan tertentu.
     e. JJ.H. Bruggink
Filsafat hukum adalah induk dari semua disiplin yuridik, karena filsafat hukum membahas masalah-masalah yang paling fundamental yang timbul dalam hukum.
     f. Prof. Soerjono Soekanto
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai dan penyerasian nilai-nilai.
     g. M. Van Hoecke
Filsafat hukum adalah filsafat umum yang diterapkan pada gejala-gejala hukum.
     h. Posner
Filsafat hukum adalah filsafat yang menganalisis abstraksi-abstraksi tingkat tinggi, dengan menggunakan pendekatan aliran-aliran pemikiran yang dikenal dalam ilmu hukum, seperti hukum alam, positivisme, utilitarisme, historisme, realisme, sosiologis, antropologis dan lainnya.
Penulis pribadi lebih mudah memahami defenisi filsafat hukum yang disajikan oleh Posner, karena hal itulah yang telah ditemui dan dirasakan oleh Penulis selama berkenalan dengan filsafat hukum.
Siapa yang menjadi subjek dan apa yang menjadi objek filsafat Hukum ?
Subjek disini adalah kita manusia, sebagai mana yang sering dikatakan oleh dosen Penulis dalam kuliahnya, Dr. Davit Ramadhan bahwa manusia memiliki alat-alat kelengkapan terdiri dari rasio, raga dan rasa. Peranan rasio dan rasa sangat besar dalam berkenalan maupun berfilsafat. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang haus akan keingintahuan terhadap suatu hal yang pada akhirnya mengharapkan suatu hasil yang didapati, yakni pengetahuan. Pengamatan berujung perefleksian adalah proses dalam berfilsafat seperti yang dikatakan oleh mereka-mereka yang sudah terbiasa dalam kehidupan berfilsafat. Kemudian apa yang menjadi objek dalam filsafat hukum?. Objek adalah sesuatu hal yang kita pilih untuk kita hadapi, diamanti atau direfleksikan, dalam filsafat hukum adalah hukum itu sendiri yang menjadi objek beserta seluruh ruang lingkupnya.
Bagaimana metodologi dalam filsafat Hukum ?
Metodologi adalah cara kita dalam menghadapi hal yang akan kita amati atau akan kita refleksikan. Metodologi disini memiliki fungsi untuk menghubungkan antara subjek dan objek yang telah kita bahas sebelumnya. Metodologi sebagai suatu pendekatan yang akan digunakan oleh subjek dalam menghadapi objek yang telah ditentukan dalam berfilsafat nantinya. Metodologi yang kita pilih akan menentukan tempat kita dalam mengamati hal yang kita amati. Setiap subjek dapat menentukan sudut pandangnya sendiri, tidak heran apabila sering terjadi perbedaan sudut pandang para pemikir hukum/ filsuf hukum atas pengertian dan tujuan hukum, hal demikian sangat mustahil akan ada kesamaan antar abad kita katakan misalnya, karena ruang dan waktu serta lingkup yang mempengaruhinya kerap berubah seiring beralihnya zaman. 
Apa yang menjadi tujuan filsafat hukum ?
Bahkan terlalu ringkas membuat tujuan filsafat hukum dalam ratusan lembar buku, karena begitu kompleks dan luasnya kajian filsafat hukum, belum lagi aliran-aliran yang ada dalam filsafat hukum beserta perbedaan pandangan antara pemikir-pemikir yang menganutnya, sehingga muncul istilah “neo”. Namun Penulis berusaha membuat suatu akar pemahaman untuk ini. Tujuan tidak akan lepas dari objek dan metodologi yang telah kita bahas sebelumnya. Metodologi merupakan pisau analisis yang akan digunakan dalam mengulas objek yang telah ditentukan/dipilih. Namun pada dasarnya, tujuan filsafat hukum adalah mengenal hukum itu secara secara hakikat yang akan berawal dari pertanyaan “apa itu hukum?”, yang nantinya akan berujung pada pelaksanaan hukum setelah melalui pertanyaan berdasarkan refleksi “bagaimana hukum seharusnya?”, Katakan saja misalnya mereka yang beraliran positivisme klasik, hukum adalah apa yang tertulis dalam buku (undang-undang/legis) oleh penguasa yang berdaulat dimana akan diterapkan pada masyarakat (memiliki sifat memaksa) yang apabila ditentang akan dijatuhi sanksi (Jhon Austin).
Apa yang menjadi pokok pembahasan filsafat Hukum ?
Penulis akan mengutip tulisan Prof. Otje Salman dalam hal ini. Prof. Otje Salman mengatakan yang menjadi pokok pembahasan filsafat hukum adalah sebagai berikut :
     a. Masalah tujuan hukum (beberapa pemikir hukum yang mendukung : Prof. Soerjono Soekanto atas pemikirannya mengenai keserasian antara ketertiban dengan ketentraman, Jeremy Bentham atas teori utility nya).
     b. Masalah mengapa orang menaati hukum (filsuf yang mendukung : Demousteneus, atas pemikiran yang intinya mengatakan bahwa hukum berasal dari Tuhan, berasal dari kebiasaan yang bijaksana, berasal dari kesusilaan, berasal dari persetujuan)
     c. Masalah mengapa negara berhak menghukum (beberapa pemikir hukum yang mendukung : Hans Kelsen atas teori kedaulatan negara).
     d. Masalah hubungan hukum dengan kekuasaan (Pemikir hukum yang mendukung : Prof. Mochtar Kusumaatmadja atas teori social engineering Roscoe Pound yang dibawanya ke Indonesia)   
     e. Masalah pembinaan hukum (Pemikir hukum yang mendukung : Prof. Mochtar Kusumaatmadja, berdasarkan pendapatnya yang diutarakannya pada masa ORBA dapat dibaca dalam buku Prof. Acmad Ali, Teori Hukum dan Teori Peradilan)
     f. Masalah-masalah hakikat hukum (beberapa filsuf dan pemikir hukum yang mendukung : Thomas Aquinas dan Augustinus atas teori Teokrasi, Hans Kelsen atas teori kedaulatan hukum, Jellinek dan Laband atas teori kedaulatan negara, Jhon Locke, Hobbes, Rousseau atas teori social contract, ini secara haris besar karena social contract dari ketiga pemikir tersebut tidak sama alasan dan tujuannya).
Bagaimana langkah dalam pemahaman berfilsafat Hukum ?
Mengutip dari buku yang ditulis oleh Antonius Cahyadi dan Fernando Manullang dengan memasukkan sedikit serbuk dari Penulis, sebagai berikut :
     a. Mengerti dan memahami problem yang terkandung dalam kenyataan filosofis, artinya pada dasarnya harus mengerti atas pertanyaan yang akan dibahas/ direnungkan, teringat dengan kalimat yang dituliskan oleh L. Kattsof dalam bukunya, mereka yang bertanya secara mendasar tanpa memiliki jawaban pada alasan pertanyaannya bukanlah berfilsafat, melainkan orang bodoh.
     b. Setelah sudah memahami problem yang muncul, kita harus melihat berbagai kemungkinan jawaban yang ada beserta argumen-argumen baik yang menguatkan ataupun melemahkan, karena filsafat itu pada umumnya sangat toleransi pada suatu perbedaan, mengikuti saja tanpa menerima perbedaan pendapat bukanlah filsafat, metode percaya saja hanya bisa kita gunakan dalam ranah agama.
     c. Terakhir adalah mencoba melihat sekali lagi pernyataan yang memungkinkan jawaban yang kita ajukan untuk dilemahkan (falsifikasi). Dalam tahapan ini kita mencoba mengkritisi jawaban yang kita ajukan sendiri dalam rangka afirmasi terhadap jawaban yang kita miliki, teringat pada perkembangan teori dalam ranah berfilsafat yang dinyatakan oleh Prof. Acmad Tafsir dalam bukunya, tingkat kedudukan terkuat teori dapat dipatahkan oleh teori yang baru dimana dapat mematahkan teori yang telah memiliki kedudukan yang kuat sebelumnya yang telah tidak dapat menjawab permasalahan yang diajukan (melalui proses berfilsafat juga dalam hal ini)
Apa kegunaan berfilsafat dalam Hukum ?
Tidak asal masuk, apa lagi asal hafal saja! Inilah inti kegunaan dari pada berfilsafat dalam hukum.  Seperti yang dikatakan oleh Prof. Franz Magnis Suseno dalam bukunya, filsafat akan mengarahkan kita untuk berfikir metodis, logis, bertata tertib dan secara tegas mendasarkan diri pada fenomena-fenomena. Pertanggung jawaban secara intelektual adalah ujung dari pada filsafat, tidak heran mereka yang sudah dapat berfilsafat akan selalu dibayang-bayangi pertanyaan yang sewaktu-waktu dapat menjatuhi pendiriannya. Kalimat yang paling cocok untuk mereka yang asal terima suatu ilmu mungkin tepat seperti yang dikatakan oleh Prof. Franz Magnis Suseno dalam bukunya, “hanya membebek saja”. Dogmanik hukum adalah salah satu contoh dimana kita akan diajari menerima hukum begitu saja, terlebih apabila telah dituliskan dalam suatu undang-undang oleh pemerintah, sudah fix adalah hukum benar dalam artian penerapannya, padahal tidak menutup kemungkinan ada unsur politis dibaliknya, seperti yang dikatakan oleh Frederic Bastiat dalam bukunya (versi terjemahan) yang mengatakan dalam suatu kedudukan pemerintahan tidak menutup kemungkinan bahwa si legislator tersebut ternyata juga adalah seorang pengusaha. Berfilsafat dalam hukum akan mengajak dan meningkatkan daya kritis kita terhadap hukum yang ada, persoalan-persoalan di dalamnya, serta akan berujung pada pandangan terhadap bagaimana hukum yang semestinya. Penulis menyarankan pembaca untuk membaca buku yang ditulis oleh Guru besar Yale University dan university of columbia, Prof. Thomas E. Davit yang berjudul “Nilai-nilai dasar dalam hukum” (terjemahan) yang dimana dalam pembahasan yang dilakukan oleh Prof. Thomas E. Davit tersebut terjadi kerancuan penegakan hukum apabila kita berangkat dari begitu banyaknya jumlah bahasa yang dimiliki umat manusia, buku tersebut bisa menjadi awal rancunya penegakan hukum sebenarnya. Butuh pengorbanan untuk serius dalam membaca buku-buku filsafat, terkhusus dalam hal ini adalah filsafat hukum, waktu menjadi modal yang harus kita persiapkan, terutama bagi pembaca yang masih baru memulai, rasa sia-sia diawal merupakan suatu kewajaran, mengorbankan waktu adalah kunci untuk memulainya, daya kritis yang anda dapatkan akan menjadi bayaran yang begitu besar dikemudian hari, Penulis dalam hal ini sedang berproses untuk memperolehnya.
Apa yang menjadi pokok kajian filsafat Hukum ?
Dalam hal ini Penulis akan memadukan pendapat Prof. Zainal Arifin melalui pendapatnya dalam bukunya dan Van Hoecke  yang dikutip oleh Dr. JJ.H. Bruggink di dalam bukunya kemudian dengan memadukan sebutir pendapat Penulis, sebagai berikut :
     a. Ontologi hukum
Yaitu ilmu tentang segala sesuatu (tentang hakikat sesuatu). Dalam hal ini akan dilakukan suatu penelitian yang mendasar terhadap hukum dan hubungan antara hukum dan moral.
     b. Aksiologi hukum
Yaitu ilmu tentang nilai. Misalnya seperti penetapan nilai keadilan, kepatutan, persamaan, kebebasan dan sebagainya.
     c. Ideologi hukum
Yaitu ilmu tentang tujuan hukum yang berkaitan dengan cita manusia. Dalam artian mengejawantahkan wawasan meyeluruh tentang manusia dan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat Pancasila sebagai ideologi negara kita, Indonesia.
     d. Epistemologi hukum
Yaitu ilmu tentang pengetahuan hukum. Hal demikian akan diwujudkan dalam suatu penelitian terhadap pertanyaan sejauh mana pengetahuan tentang hakikat hukum dimungkinkan.
     e. Teleologi hukum
Yaitu ilmu tentang tujuan hukum. Menentukan makna dan tujuan dari suatu hukum.
     f. Teori ilmu dari hukum
Yaitu filsafat sebagai meta teori, atau sebagai meta-meta teori seperti yang dikatakan oleh Prof. Sudikno dalam bukunya Teori Hukum.
     g. Logika hukum
Ilmu tentang cara berfikir yang benar. Berfikir disini adalah dalam hal pemikiran yuridik dan argumentasi yuridik.

Dimana letak filsafat Hukum di dalam hukum itu ?
Pemikir hukum yang paling Penulis ingat dalam memberikan pendapat atas kedudukan dari pada filsafat hukum dalam hukum adalah dari Prof. Lili Rasjidi dan Prof. Sudikno. Prof. Lili Rasjidi mengatakan bahwa filsafat hukum akan disentuh apabila teori hukum telah berhenti menjalankan tugasnya, lebih jelas lagi nantinya kita akan melihat suatu bagan yang dibuatkan oleh Prof. Sudikno dalam bukunya, dimana Beliau meletakkan filsafat hukum berada di atas teori hukum, kemudian beliau memberikan sebutan terhadap filsafat hukum tersebut sebagai meta meta teori (teorinya teori). Sehingga dapat kita pahami bahwa kedudukan filsafat hukum berada di tempat tertinggi hukum. Tepat seperti yang dikatakan mereka-mereka yang menulis buku filsafat, filsafat muncul apabila ilmu telah berhenti bekerja, tidak heran mereka menyatakan bahwa filsafat hukum adalah induk dari segala ilmu, semua diawali dengan filsafat dan diakhiri oleh filsafat. 

Penutup, apakah filsafat itu menentang agama ?
Hal demikian yang sering diucapkan oleh mereka yang belum pernah membaca filsafat, dan saya pastikan mereka tidak mengenal apa itu filsafat. Bisanya dan sudah Penulis nilai dari mereka-mereka yang mengatkan demikian, tidaklah mereka sebenarnya pernah menyentuh filsafat itu, mereka hanya mengetahui filsafat dari kuping ke kuping tanpa membaca dan memahaminya secara langsung atau kita menggunakan kalimat yang telah Penulis tegaskan diawal, “bekenalan dengan filsafat hukum”. Disini Penulis akan banyak mengambil pandangan Prof. Juhaya dalam bukunya yang berjudul “Filsafat dan Etika”. Prof. Juhaya adalah seorang muslim yang sering melakukan khotbah di masjid, anda bisa melihatnya di platform Youtube. Prof. Juhaya mengatakan bahwa filsafat dan agama pada dasarnya memiliki kesamaan, dimana keduanya ingin mencapai kebenaran yang sejati. Agama yang dimaksud oleh Prof. Juhaya adalah agama samawi, yaitu agama yang diwahyukan oleh Tuhan kepada nabi dan rasul-Nya. Yang membedakan keduanya hanya cara menerima kebenaran, apabila filsafat akan menerima suatu kebenaran apabila telah melakukan penyelidikan sendiri artinya hasil pemikiran belaka, maka agama menerima suatu kebenanran atas suatu kepercayaan. Namun disini juga perlu kita ketahui bahwa filsuf-filsuf besar juga ada yang menyerukan agama dan bahkan ada yang berpaling untuk beragama, anda bisa lihat saat Immanuel Kant mencetuskan alasan XY=Z, alasan yang dibuatkan oleh Immanuel Kant adalah ada ada sebab yang utama dan asal hakiki, yakni Tuhan yaitu Z. Dia mengeluarkan pemikiran XY=Z untuk mematahkan pertanyaan empirisme, anda dapat membacanya di dalam buku Prof. Ahmad Tafsir yang berjudul “Ilmu Pengetahuan manusia”. Jadi pada intinya, filsafat tidak menentang agama, hanya sekedar mempertanyakan, apabila anda telah membaca tulisan Penulis secara komprehensif, akan anda dapati tulisan L. Kattsof yang telah Penulis kutip dalam hal ini tentang bagaimana sebenarnya pertanyaan filsafat itu. Penulis sendiri adalah kriten yang taat, dan tidak ada keraguan dari diri Penulis atas agama tersebut, selama Penulis tidak dapat menjawab pertanyaan yang timbul dalam agama tersebut, berarti Penulis adalah benar-benar manusia yang terbatas, bukan manusia yang sempurna, bahkan butuh berpedoman lebih lagi pada agama tersebut.
Sebenarnya tulisan ini berakhir pada sub pembahasan diatas, namun sebagai pemberitahuan, dalam waktu kosong yang dimiliki Penulis, Penulis akan membuat penulisan yang serius mengenai filsafat pada blog Detik Mahasiswa Hukum ini, namun sebagai pengantar ada baiknya Penulis memberikan gambarannya pada pembaca yang mungkin akan tertarik mengikutinya. Sejarah filsafat hukum akan saya paparkan dengan mengutip dari buku Prof. Otjie Salman sebagai berikut :
a.      Filsafat hukum sebelum abad 20
1.      Zaman yunani – Romawi (Hukum alam) meliputi :
-          Alam pikiran kuno
-          Plato
-          Aristoteles
-          Hukum Romawi
2.      Abad pertengahan (Hukum dan Agama) meliputi :
-          Augustinus
-          Thomas Aquinas
-          Hukum Islam
3.      Zaman Reinassance (Hukum dan Pribadi) meliputi :
-          Pelopor zaman baru
-          Abad ke-16
-          Jhon locke
-          Aufklarung di prancis
-          Immanuel Kant
4.      Abad ke-19 (Hukum dan Sejarah, Hukum dan Ilmu Pengetahuan) meliputi :\
-          Hegel
-          Karl Marx
-          Mazhab hukum historis
-          Positivisme sosiologis
-          Ajaran hukum umum
b.      Filsafat hukum abad ke-20
1.      Neokantianisme, Neohegelisme, Neomarxisme, meliputi :
-          Rudolf Stammler
-          Hans Kelsen
-          Gustav Ranbruch
-          Neohegeisme
-          Neomarxisme
2.      Neopositivisme, meliputi :
-          Realisme hukum amerika
-          Realisme hukum skandinavia
-          Alf Rose
-          H.L.A Hart
-          Julius Stone
-          Jhon Rawls
3.      Sosiologi hukum
-          Max Weber
-          Leon Duguit
-          Eugen Ehrlich
-          Theodor Geiger
-          Maurice Haurion
-          George Gurvitch
4.      Fenomenologi dan Eksistensialisme
-          Adolf Reinach
-          Paul Amselek
-          Eksistensialisme Jerman
-          Eksistensialisme Perancis
5.      Teori-teori hukum alam
-          Fancois Geny
-          Yohannes Mesner
-          Emil Brugnner
-          W.A.M Luypen
-          Agama dasar hukum
Penulis nantinya akan membahas per aliran yang ada disetiap masa perkembangan filsafat hukum tersebut, walau tidak akan mengutip semua pemikiran dari pada pemikir dan filsuf hukum yang ada, keberagaman litelatur milik Penulis juga akan mempengaruhi penulisan nantinya. Sedikit info juga mengenai tulisan ini, Penulis hanya mengerjakannya dalam waktu 5 jam dengan materi sebanyak dan sedemikian rumitnya ini, jadi mohon maaf apabila ada kesalahan dalam tulisan ini, masukan dan kritik dari pembaca sangat Penulis harapkan. Sekian dan terimakasih.
Salam Justitia ! 

Catatan Penulis : Kenapa Penulis tidak mencantumkan sumber pustaka? Penulis bukannya tidak mencantumkannya, disetiap tulisan yang ditulis oleh Penulis (Geofani Milthree Saragih) selalu ditautkan dalam tulisannya, hal ini agar pembaca benar-benar membaca tulisan dari Penulis, terimakasih.   

Post a Comment

2 Comments

Silahkan berikan tanggapan dan masukkan Anda :)